Sebuah keberuntungan bagi saya karena berbekal ID Pers resmi yang saya miliki, saya dapat langsung berjejal-jejalan dengan umat britpop lainnya di barisan depan. Kondisi Lapangan D Senayan pada saat itu memang sangat menunjang untuk melakukan Monkey Dance ala sang vokalis, Ian Brown, dimana lapangan dalam kondisi becek dan hanya diselubungi serangkaian lighting yang luar biasa. Setelah menunggu sekian lama akhirnya dari sisi kiri panggung muncullah Ian Brown, John Squire, Mani, dan Reni yang segera menempati posisinya masing-masing. Sorakan penonton semakin tak terkendali, apalagi begitu intro lagu “I Wanna Be Adored” dimainkan, sontak membuat seluruh penonton hingar bingar. Dan hal ini bukanlah akhir dari segalanya.
The
Stone Roses langsung menggeber lagu-lagu andalannya seperti “Mersey Paradise”,
“Song For My (Sugar Spun Sister), dan tak ketinggalan juga lagu favorit dari
seluruh penonton, “Sally Cinamon”. Lalu tibalah saatnya bagi para personil
untuk memperlihatkan atraksi mereka dengan instrumennya masing-masing pada lagu
“Fool’s Gold” yang berdurasi 9 menit yang diiringi Ian Brown melakukan aksi
panggung yang cukup konyol, sebuah atribut yang selama ini melekat kuat dalam
dirinya. Tabulature gitar yang dimainkan John Squire pada lagu “She’s
Waterfall” seolah-olah seperti sebuah sinyal bagi penonton untuk ikut bernyanyi
bersama dan bertepuk tangan. Seperti sebuah fantasi bagi saya untuk dapat
melihat band ini dari jarak sekian meter saja.
Lalu
muncullah lagu “This Is The One”. Layaknya sebuah guru olahraga yang
mengkomando siswanya untuk melakukan senam, Ian Brown mengkomando penonton
untuk mengacungkan telunjuk ke udara sepanjang chorus lagu ini. Tak cukup hanya
lagu “This Is The One”, pada lagu “Made of Stone” dan “Love Spreads”, Ian Brown
juga mengkomando penonton untuk melakukan monkey dance. Dan akhirnya konser diakhiri
dengan lagu “I am The Resurrection”, lagu paling epik menurut saya yang
terdapat di album debut mereka.
Walaupun
set list nya kebanyakan berasal dari album pertama mereka, namun hal tersebut
cukup memuaskan dahaga para pecinta britpop, khususnya madchester scene yang
tiba ke Lapangan D Senayan. Terlebih berbagai tindakan Ian Brown banyak mengundang
tawa para penonton, seperti mengibarkan bendera Manchester United pada saat
lagu “I am the Resurrection”, atau pada saat seorang penonton berteriak “Happy
birthday Ian!!” namun Ian Brown hanya membalas “Fuck You”. Sebuah pertanda
cinta Ian Brown dengan fans-fans asal Tanah Air ini.
Dua
jam yang sangat luar biasa. Seluruh penonton pulang dengan senyum mengembang di
wajah mereka, tak terkecuali saya. Menyaksikan sebuah legenda hidup yang
mengubah skema musik Inggris merupakan sebuah hal yang tak terlupakan. Mereka
telah melakukan sebuah gebrakan besar di dunia musik Inggris di masa lalu.
Benar, sebuah movement. Tepat seperti yang dibutuhkan oleh industri musik
Indonesia pada masa kini. Sebuah konser yang melahirkan inspirasi demi
menciptakan kondisi bermusik Indonesia yang (semoga) memiliki movement yang
cukup kuat di masa depan.
No comments:
Post a Comment