Oleh: Rifki Maulana
Source: @Thesigit |
Mungkin agak sedikit telat untuk menulis review konser yang berlangsung 26 Oktober 2013, tapi tidak ada salahnya menulis telat daripada tidak menulis sama sekali. Dua puluh enam Oktober 2013 mungkin akan dikenang sebagai naik hajinya para insurgent army, karena selain itu konser tunggal untuk launching album detourn the sigit, pada hari itu juga adalah hari jadi 10 tahun band tersebut berkarir. Saya yakin the sigit sudah cukup layak diberikan predikat legenda hidup musik indie Indonesia.
Source: Private Collection |
Tiba juga hari dimana saya akan melunasi teror hebat yang telah diberikan. Hari sabtu 26 September 2013, seperti pada biasanya Bandung penuh sesak. Ini sudah sangat biasa. Yang tidak biasa adalah ada segerombolan orang menuju the venue eldorado, dimana banyak orang yang berniat untuk memabrurkan status insurgent army-nya. Saya termasuk di kebanyakan orang tersebut. Saya dan ketiga kawan saya bermaksud untuk bernostalgia menyanyikan lagu lagu The Sigit dari zaman Did I Ask Your Opinion sampai Ring of Fire. Berangkat dari Bogor, kami pun amnesia kalau 2 hari setelahnya kami ada ujian tengah semester.
Source: Private Collection |
Jam Setengah 7 malam saya sampai venue eldorado, benar saja tempat itu sudah dipenuhi oleh banyak orang. Antrian tiket pun sudah menyerupai antrian semut diantara kue kue yang jatuh. Untungnya, antrian untuk masuk gate cukup lancar. Sebelum benar benar menyaksikan The Sigit, setelah melewati gate pertama kami dipersilahkan untuk pemanasan terlebih dahulu di area tunggu. Area tunggu ini benar benar surga untuk mereka yang ingin berfoto foto karena banyak photobooth dan juga manekin The Sigit atau ingin mencharge segala macam gadget yang sebenarnya bisa mengurangi kenikmatan menonton konser jika terus dipergunakan walaupun artis sedang pentas. Di sini juga ada merch-merch asli dari The Sigit yang sayang untuk dilewatkan.
Waktunya pun tiba, kami sudah boleh masuk ke tempat 4 pemuda Bandung merayakan ulang tahun ke-10 nya. Tidak ada MC, dan saya kira saya masuk bioskop itu kesan pertama yang saya dapatkan setelah mendengar suara announcer yang mengagetkan beberapa penonton. Ekslusif. Big screen si ‘have you seen him’ diberikan untuk mendukung nuansa misterius sembari menunggu the sigit untuk tampil. Tak ada gading yang tak retak, karena beberapa hal teknis yang saya kurang mengerti, jeda untuk menunggu the sigit tampil agak cukup lama. Penonton pun banyak mengeluhkan hal yang sama, tapi ini tidak menyurutkan mereka untuk berteriak ‘The sigit.. The sigit.. The sigit!”
Source: @thesigit |
Doa mereka pun terjawab, Lagu Detourne pun dijadikan lagu pembuka. Dengan memakai jubah, semua personil the sigit tampil misterius. Rekti pun memberikan gimmick gimmick yang tidak akan saya lupakan, di tangan rekti diluksikan dua buah mata yang disebut ‘Hand of Fatima’. Gambar mata ini pasti sering disalah artikan sebagai iluminati, saya heran mungkin sudah banyak diantara kita yang otaknya iluminatisentris. Rekti menjulurkan hand of fatimanya dan seolah memberkahi para penonton untuk dijauhkan dari hal hal yang jahat. Boleh dibilang Detourne sukses menjadi pembuka mega konser ini. Jujur ada 3 lagu yang saya sangat tunggu untuk ditampilkan live, Detourne salah satunya.
source: Private Collection |
Sukses Detourne diikuti oleh lagu lagu terdahulunya ‘Horse’ dan ‘Let It Go’ menyajikan choir dadakan dari para penonton. Saya sedikit gusar, karena hingga lagu Let It Go, gitar Rekti tidak terdengar begitu jelas di tempat saya berdiri, di sisi kiri. Tapi kegusaran itu bisa ditutupi dengan mantap oleh sound gitar dari Farri. Setelah Black Summer dimainkan, tibalah lagu Red Summer, lagu yang masuk dari 3 lagu yang saya inginkan malam itu. Mungkin di Red Summer, bisa dibilang saya mencapai tingkat klimaks dan akhirnya orgasme. Andai suara gitar rekti lebih jelas, tingkat klimaksnya pun akan lebih tinggi dan saya orgasme tiga kali lipat.
Tata cahaya di konser dan segala macam visual dalam konser ini perlu diberikan acungan jempol, di lagu No Hook dan Conundrum kualitas visual mereka menunjukan kelas nomor satu. Aliran darah seperti dilambatkan secara sengaja oleh Farri.
Source: @thesigit |
Gate of 15th , Tired Eyes dan Ring Of Fire adalah iring iringan lagu selanjutnya yang tetap bisa menjaga hype para penonton. Lalu ada ‘Am Feeling’, yang dibawakan sangat ngeri oleh The Sigit dan juga para choir, yang tingkat kengeriannya lebih dari film The Conjuring. Nah tibalah lagu ketiga yang saya tunggu, Owl and Wolf. Benar saja, sisi feminisme para lelaki disini keluar, mereka semua bernyanyi dan merasakan kegalauan yang dialami serigala dan burung hantu, yang dikemas akustik dengan menyisakan Rekti dengan gitarnya yang berkolaborasi dengan Marsella Safhira Farhat.
Sesudah Owl and Wolf terbitlah ‘Midnight Mosque Song’ yang mengingatkan kita untuk solat malam. Jeda sejenak ada sebuah percakapan singkat antara Rekti dengan penonton, dan memberitahu kalau ini konser mereka yang ke 10 tahun, ucapan terimakasih kepada keluarga dan ucapan Rekti yang sangat memorable adalah "nanti konser ini saya akan terus ingat dan ceritakan kepada cucu saya, dimana nanti anak saya akan saya beri nama Sam, dan cucunya adalah Son of Sam ".
Source: The sigit |
Son of sam pun sontak saja langsung disambut meriah oleh tepuk tangan penonton. Cognition, Up and Down dan Provocateur melanjutkan choir choir penonton yang tidak kenal lelah. Black Amplifier, yang merupakan hymne para insurgent army pun dimainkan. Body surfing merupakan hal yang sangat wajar. Semua sudah sangat larut dalam euforia konser ini. Let The Right One In dimainkan sekaligus menandai konser ini telah berakhir. Ternyata penutupnya hanya sebuah halusinasi, The Sigit kembali naik panggung dan membawakan tembang tembang nostalgia dari album terdahulu. Clove Doper, The Party dan Money Making sukses menjadi trisula maut untuk mengenang konser 10 tahun The Sigit ini.
Overall konser ini bisa dibilang sukses. Distorsi yang memanjakan telinga, gimmick-gimmick yang membuat kontroversi, choir dan semua instrumen yang ada hingga tata lampu yang menyajikan permainan visual yang memanjakan mata seolah menjadi bukti tegas bahwa THE SIGIT adalah band yang sudah layak kita berikan status sebagai salah satu band terbesar di Indonesia. Dibalik semua kekurangan yang ada, konser ini layak dinyatakan berhasil memabrurkan saya, para insurgent army, dan para pecinta konser di tanah air kita, di tanah ring of fire.
No comments:
Post a Comment