Saturday, July 31, 2021

Jurnalisme Musik Mati, Almost Famous Pusaranya

 Ada dua profesi yang bisa kita dapati gambarannya lewat film Almost Famous, selain musisi. Pertama, jurnalis musik. Kedua, kalau memang ini bisa dibilang profesi: poser.


Tokoh utama kita, namanya William Miller. Usianya belasan tahun, tapi dia sudah mahir menulis reportase atau ulasan tentang musik. 


Suatu ketika, dia bersua dengan kelompok musik Stillwater. Band ini awalnya menolak si kritikus musik, soalnya menurut mereka, "kami bermusik buat fans, bukan buat kritikus". 


Lantas pada akhirnya, Miller kemudian diterima (bahkan bisa ikut tur) setelah membuktikan bahwa dia bukan cuma kritikus. Di tur itu pula dia bersua dengan Penny Lane, seorang fans Stillwater yang ngefans banget sampe rela ngikutin mereka ke mana pun. Fans semacam itulah yang disebut poser.


Film ini menampilkan masa kejayaan jurnalisme musik di tahun 1973. Di indonesia, saat itu majalah Aktuil yang terbit sejak 1967 lagi naik daun. Jurnalisnya bahkan mengenalkan istilah "dangdut" dan "blantika", dua terma yang sampai sekarang masih kepake.


Begitu pula di Amerika sana. Rolling Stone jadi majalah musik dengan tingkat penghormatan tertinggi. Dan Miller, sedang membuat tulisan soal Stillwater untuknya.


Sosok Miller ini fiksional. Begitu pula band Stillwater. Rolling Stone, jelas nyata ada, lengkap dengan kolumnisnya yang terkenal: Lester Bangs. 


Lewat Almost Famous--yang diambil dari nama tur konser band Stillwater--kita bisa lihat cara jurnalis bekerja. Dari mencatat, menandai momen, hingga wawancara--yang ternyata nggak mudah.


Cara kerja Rolling Stone yang memastikan kebenaran kutipan narasumbernya, juga menunjukkan dari mana penghormatan tadi berasal. Sampai saat ini, cara demikian pula yang dipakai oleh media tulis kredibel untuk memastikan kualitas beritanya.


sayangnya (atau syukurnya?), jurnalisme musik kini sudah wafat. Setidaknya demikian yang dikatakan Chris Weingarten dalam buku Jurnalisme Musik tulisan Idhar Resmadi.


Idhar juga menyitir tulisan Dan Kopf bahwa "kritik musik yang menarangkan hal ihwal kualitas album untuk dibeli, sudah tidak relevan lagi". Penyebabnya, internet.


Meski demikian, Idhar menutup bahwa "fungsi dan makna jurnalisme musik itu sendiri mungkin tidak benar-benar mati, tapi berubah". Sebelum dia berubah, demikianlah wujud jurnalisme musik seperti yang kita tonton di Almost Famous.

Saturday, July 17, 2021

Tentang Juergen

 Ada 2 Juergen yang dibanggakan orang Jerman. Yang pertama Juergen Klinsmann, yang kedua Juergen Klopp.


Film ini bercerita tentang Juergen kedua. Juergen pertama ada juga, tapi jadi narasumber.


Selain punggawa timnas Jerman yang menjuarai piala dunia 1990 itu, ada beberapa orang lain yang bertutur tentang Klopp. Dari jurnalis, saintis olah raga, hingga legenda lain Liverpool: Steven Gerrard dan Steve McManaman.


Mereka melontarkan puja-puji atas performa The Normal One--begitu Klopp ingin disebut, sebagai antitesa dari sesumbarnya Mourinho menyebut diri The Special One. Klopp sendiri di film ini kadi objek aja.


Dia diulas sebagai seorang kuda hitam--seseorang yang jadi pelatih karena Mainz udah kehabisan orang. Ternyata, karir kepelatihan Klopp melejit. 


Puncak pencapaian pria kelahiran 1967 di Stuttgart ini, ada di tahun 2020. Di tahun pagebluk itu, Liverpool menjuarai liga premier--sebuah prestasi yang ditunggu lagi sejak 30 tahun sebelumnya.


Rahasia pencapaiannya, ada di komentar para narasumber itu. Sayangnya, di dokumenter yang disuarakan oleh aktor David Morrissey ini, ga ada pemain asuhan Klopp yang diwawancara, entah kenapa. 

Sunday, July 11, 2021

Soal Donnie Darko

 Donnie Darko, beberapa kali saya baca di sejumlah rekomendasi film dengan judul berkata kunci: mindfuck, plot twist, twisted ending, atau semacamnya. Film dari tahun 2001 ini baru saya tonton di Mola TV.


Ceritanya tentang seorang remaja bernama Donnie Darko yang punya gangguan emosi. Dari sudut pandang si Donnie ini, kita bisa lihat bahwa gangguan emosinya dipicu oleh sosok imajiner bernama Frank.


Frank yang pakai kostum kelinci menyeramkan itu, suatu malam ngajak Donnie keluar dari kamarnya. Ndilalah, malam itu ada mesin pesawat jet jatuh tepat di kamar Donnie. 


Setelah itu, hubungan Donnie dan Frank berkaitan dengan sebuah peristiwa yang disebut Frank sebagai akhir dari dunia. Bagi Donnie, ternyata momen itu menjadi titik penting hidupnya. Donnie berpindah dimensi.


Meski begitu, pemahaman soal apa yang terjadi dengan Donnie sebenarnya multi interpretasi. Bisa dibaca seperti di atas, atau ada pula yang bilang kejadian di rentang durasi tertentu sebenarnya imajiner aja. 


Setidaknya ada dua akun YouTube yang bikin video essay soal penafsiran itu: Wisecrack dan  The Take. Mereka membandingkan hasil nonton dua versi film: theatrical cut dan director's cut. 


Sementara, ada lagi satu dokumenter dari tahun 2016 yang sepertinya lebih detil bahas film itu. Judulnya, Deus Ex Machina: The Philosophy of Donnie Darko (2016).