Friday, October 10, 2014

Yang Dipajang di Pameran Besar Seni Rupa Keseharian

Kami baru masuk lagi ke ruangan blog ini. Lalu sadar bahwa kisah tentang Pameran Besar Seni Rupa bertema Keseharian sudah siap rilis, namun belum ditekan tombol Publish. Maka dari itu mari nikmati dokumentasinya berikut ini:



Merasakan Tabula Rasa

Tabula Rasa. Pertama kali saya dengar dua kata itu ketika duduk di kelas Psikologi Anak saat kuliah dulu. Saat itu Bu Melly mengenalkan istilah yang mulanya dicetuskan filsuf John Locke. Artinya kertas kosong. Teori tabula rasa menggambarkan bahwa seorang bayi lahir sebagai secarik bersih kertas yang siap ditulisi. Lalu bertahun-tahun kemudian Tabula Rasa muncul sebagai titel sebuah film. Film yang tadi malam saya tonton setelah melewati celah sempit waktu usai menunaikan tugas liputan.

Tabula Rasa dibuka dengan adegan pertandingan sepak bola di Papua. Seorang pemain bersinar sebagai bintang lapangan, Hans namanya. Singkat cerita, Hans berkesempatan mendaki posisi ke Jakarta. Rupanya di ibu kota kariernya tak secemerlang yang ia alami di tempat asalnya. Di antara batas tipis keputusasaan, seorang ibu datang menolong Hans. Selanjutnya kita akan mengenal ibu itu dengan panggilan Mak. Sebuah rumah makan khas Padang menjadi tumpuan sumber penghasilan Mak. Dengan kasihnya, Hans diajak Mak ke rumah makan itu. Rupanya ada sekeping kenyataan yang membuat Mak sedemikian simpati kepada Hans. Lalu konflik muncul di rumah makan yang awalnya sepi pengunjung itu. Guliran kisah pun terus berlanjut, berlatar kuah gulai kepala kakap yang mencairkan liur, didihan kuah rendang dan taburan sambal khas kuliner Minang.