Wednesday, July 12, 2017

Perjalanan Darat Bali-Aceh

Selama tugas liputan mudik lalu, saya menamatkan sebuah buku. Judulnya Family Traveler: 34 Hari Menuju Kilometer Nol Indonesia. Buku ini dibuat kakak kelas saya sewaktu kuliah, Kak Vina. Isinya tentang ia bersama suami dan anaknya yang berusia empat tahun, menempuh perjalanan dari Bali ke Aceh selama sebulan lebih. Buku terbitan Gong Publishing ini menceritakan hari per hari yang mereka jalani selama perjalanan itu. Ada beberapa cerita menarik dari nekadnya keluarga ini. Mereka cuma berangkat dengan bekal awal 500 ribu rupiah. Ongkos perjalanan berikutnya disambut dari satu lokasi ke lokasi berikutnya. Misalnya ketika di hari keempat, ada tambahan dana dari sebuah acara yang dihadiri Kak Vina. Empat hari setelah itu, perjalanan panjang ini sudah hampir batal. Untung dua orang dewasa di mobil jenis city car ini bisa meredam emosinya masing-masing. Termasuk ketika mereka benar-benar putar balik arah dan mengarahkan mobil ke arah jalan pulang sebelum sampai di garis finish. Tersesat? Mereka alami juga. Soalnya memang patokannya dua aplikasi penunjuk arah. Setelah itu mereka memaksimalkan peran GPS, Gunakan Penduduk Setempat. Dari balik rintangan itu, ada temuan-temuan menarik untuk kita ikuti jika ingin menelusuri jejak mereka. Muncul beberapa rekomendasi tempat penginapan, visualisasinya, dan gambaran orang yang akan menyambut pendatang di daerah itu. Ada juga selipan tips agar pembaca bisa menikmati perjalanan pesawat dengan harga miring. Jadi, keluarga Kak Vina nggak hanya naik mobil. Ketika mengunjungi Belitung, perjalanan udara ternyata hitungannya lebih hemat, tentunya setelah tips tadi dijalani. Yang juga asik dari buku setebal 258 halaman ini, adalah pembahasan tentang Avi, anak tunggal pasangan Kak Vina-Bang Marvin. Akhir perjalanan mereka ternyata bertepatan dengan ulang tahun si gadis cilik. Kak Vina sebagai pencerita utama, menuliskan sesuatu sebagai ucapan selamat buat anaknya. Begitu juga dengan Bang Marvin, yang ternyata surat cintanya ini lebih panjang, dengan uraian yang menurut saya lebih menyentuh. Mungkin karena saya dan Bang Marvin sama-sama seorang bapak. Mungkin karena pembahasan tentang Avi dimulai dari kisah kelahirannya. Mungkin karena di bagian itulah tujuan utama perjalanan ini dijelaskan. []