Sunday, January 22, 2012

Legendary

Belajar berorganisasi hingga mengeksekusi sebuah kegiatan sudah mulai ditanamkan di sekolah sejak tingkat dini. Namun agar berhasil menyusun hingga merampungkan sebuah gelaran spektakuler, perlu upaya tambahan, terlebih jika organisator tadi adalah siswa SMA. Para siswa SMA Regina Pacis Bogor mampu menunjukkan bahwa menggelar sebuah acara kolaborasi seni hingga olah raga yang besar bukan hal yang tak mungkin mereka lakukan. Melalui acara Legendary (Leading Generation through Education, Sports, and Arts in Diversity), mereka memuktikannya. Kegiatan itu merupakan rangkaian kegiatan yang puncaknya dihelat di Bogor Lakeside pada 21 Januari 2012 dengan pagelaran panggung seni serta penyerahan penghargaan.












Legendary dibuka satu jam setelah hari separuh berlalu. Rentetan melodi tak henti dihujam dari siang itu oleh beberapa band. Tak hanya seni musikal yang ditampilkan siang itu, namun tarian artistik juga dihadirkan. Sejak dimulai siang hari, Legendary 2012 berlangsung klimaks, terlebih setelah jeda maghrib usai. Penampilan talenta lokal dari SMA Regina Pacis berupa dance hiphop cukup ampuh membuktikan bahwa mereka juga punya talenta sebagai artis, selain organisatoris. Rafi and The Beat lalu menyusul di belakangnya. Band yang diduduki Rafi di bangku drum itu menyanyikan beberapa nomor cover serta lagu milik mereka sendiri. panggung Legendary patut bangga karena telah dijajah Rafi si drummer yang sejak usia dini sudah menggebuk drum. Bahkan pria berusia 15 tahun itu meraih beberapa rekor MURI. Rilisnya album Rafi Can't Stop The Beat yang direkamnya di Convay Recording Los Angeles Amerika ketika ia berusia 10 tahun rasanya sudah cukup untuk membuktikan bahwa dia memang layak meraih berbagai penghargaan tadi.





























Indonesia pantas bangga karena salah satu kelompok musik dari Jamrud Khatulistiwa akan bertandang ke Perancis untuk tampil di sebuah festival seni. Band itu pada Sabtu lalu tampil di Legendary. Mereka adalah White Shoes and The Couples Company. Meski rencana 9 lagu yang akan dibawakan urung sempurna terhantar semua, penampilan mereka menjadi penanda tersendiri di malam itu. Petikan wawancara serta penampilan Matahari dan Aksi Kucing daat disimak pada video di bawah ini.




Ada sebuah teori vokal yang menyatakan bahwa jika ingin luaran vokal dihasilkan dengan kualitas prima, maka si penyanyi harus rela mimik mukanya saat menyanyi tak seindah saat berbicara seperti biasa. Teori itu patah bagi penyanyi satu ini. Dengan kualitas suara yang maksimal, Raisa tetap punya alasan agar penggemarnya selalu merasa tak cukup jika hanya mendengar lagunya melalui CD. Malam itu selain mengajak seorang penonton untuk berduet, Raisa juga menghadiahkan beberapa kaos yang diantaranya dibubuhi noda lipstik dari bibirnya langsung.













Meriahnya Legendary kian memuncak tatkala The Changcuters tampil sebagai penampil pamungkas. Mereka selalu punya cara agar aksi panggung sedatif. Atraktifnya aksi panggung serta kualitas musikal yang juga aduhai menjadikan The Changcuters oknum "bersalah" dibalik membanjirnya keringat para penonton karena turut menari dan menyanyi bersama.




























































Industri seni, layaknya bidang lain perlu regenerasi. Peremajaan kembali sekrup-sekrup yang menggerakkan sendi apresiasi salah satunya dibentuk melalui kegiatan pentas seni semacam ini. Semoga dengan suksesnya Legendary yang digarap siswa SMA Regina Pacis ini, dapat memotivasi pemuda lain untuk berkarya serupa, hingga nantinya Bogor berkata bahwa tak ada kata sepi bagi aspresiasi seni di kota hujan ini.


Foto, teks dan video oleh Rheza Ardiansyah

No comments:

Post a Comment