Sekilas tak ada yang salah dari karakter Pak Domu. Dalam film Ngeri-Ngeri Sedap, Arswendi Bening Swara memerankan sosok ayah berwatak keras dan teguh terhadap warisan adatnya.
Ayah dari anak bernama Domu ini keukeuh, keturunannya harus menikah dengan sesama suku batak. Ia pun masih terkungkung dalam stereotip bahwa kesuksesan perantau dari Sumatera Utara seakan hanya bisa diukur saat mereka menjalani karir di bidang hukum.
Maka, murkalah ia kala Domu si sulung hendak menikah dengan perempuan sunda, dan Gabe malah bekerja sebagai pelawak. Ia pun kecewa, saat Sahat si bungsu malah menetap di Jogja selepas lulus kuliah. Menurut adat, anak bungsu harusnya ada di rumah orang tua untuk kemudian mewarisi peninggalan ayah-ibunya.
Lain halnya dengan Mak Domu. Ibu empat anak ini lebih kompromistis dengan aturan adat. Menurut tokoh yang diperankan Tika Panggabean ini, yang penting kerinduan ke tiga anak lelakinya bisa dibayar tuntas. Selama tinggal di sebuah rumah tepian Danau Toba, ia dan suami ditemani satu-satunya anak perempuan mereka, Sarma.
Pak Domu dan Mak Domu, tiba di satu momen saat pertengkaran jadi satu-satunya cara supaya anak-anak mereka yang merantau bisa pulang. Dari pertengkaran inilah, kisah bergulir mengungkap beberapa hal, dari relevansi adat sampai gaya pengasuhan anak.
"Tanpa adat pun kita tetap bisa hidup," sanggah Sahat saat diminta pulang untuk menghadiri upacara adat Sulang Sulang Pahompu. Tradisi itu bertujuan merayakan pernikahan yang tertunda akibat salah satunya kendala ekonomi. Opung Domu yang diperankan Rita Matu Mona, menekankan bahwa kehadiran cucu jadi syarat utama upacara itu.
Namun, saat ketiga anak lelaki pulang dan hadir di acara tadi, mereka pun dihadapkan ke tuntutan adat lain. Momen saat para komika Boris Bokir, Lolox dan Indra Jegel bersikeras, melontarkan kontra argumen hingga menyatakan pasrah, jadi momen komikal. Unsur komedi, memang bercampur padu dalam takaran dan timing yang tepat selama sekitar dua jam durasi film.
Pun demikian dengan kutipan dialog yang dihadirkan berulang tapi sarat makna.
"Makanan Mamak memang paling enak sedunia."
"Tapi bukan itu yang membuatmu pulang kan?"
Sarma alias anak kedua yang diperankan Ghita Bhebhita, jadi karakter paling kurang diantisipasi dalam film perdana rumah produksi Imajinari ini. Ia memegang peran sentral dalam menghadirkan plot twist tentang trik menghadirkan abang dan adiknya. Lewat nasib yang ia jalani, Sarma pula yang menghujamkan panah ke jantung budaya patriarki.
Pada dasarnya, tradisi batak dan keindahan bentang alam Danau Toba dalam Ngeri-Ngeri Sedap, ibarat cangkang. Di dalam inti skenario yang ditulis dan disutradarakan Bene Dion Rajagukguk ini, ada pernyataan atau film statement yang ditujukan bagi semua anak dewasa dan semua orang tua—yang tak punya batasan usia untuk terus belajar menjadi ayah dan ibu.
Beberapa pesan, tidak cukup diekspresikan dalam kata atau kalimat. Seperti salah satunya Ngeri-Ngeri Sedap ini, ada gagasan yang perlu dipahami saat ia berwujud kisah. []