Untuk yang ketiga kalinya Java
Rockin'land kembali digelar di atas tanah yang sama dengan tahun-tahun
sebelumnya, pantai Carnaval Ancol Jakarta. Event akbar yang diorganisir
Java Festival Production itu dihadiri para musisi dan penikmat musik
dari dalam maupun luar Indonesia. Di hari pertama, lebih dari 40 pengisi
acara telah sukses meramaikan gelaran itu.
Seringai
dan closehead didaulat menjadi headliner acara. keduanya tampil di
panggung terpisah dengan rentang durasi penampilan yang sama. Seringai
masih tetap tampil dengan ruh pesan yang sama, protes atas kondisi
sosial di sekitar mereka. Di Javarockinland 2010, kuartet oktan tinggi ini pernah menyanyikan sebuah lagu berjudul tifatul.
Lagu itu berisi kritik atas ide sang menteri untuk menyikapi konten
berbau porno di dunia maya. Seorang penonton merekam lagu itu dan
mengunggahnya di youtube, sehingga Seringai makin lekat dengan citra
antiislam. Arian membahas image baru seringai itu di panggung ketiganya
di Java Rockinland. Menurut eks vokalis band legendaris Puppen itu,
Seringai bukan antiislam, melainkan mereka tidak mau Indonesia ini
menjadi Arab Saudi. Arian bahkan menantang audiens untuk merekam lagi
ucapannya itu dan mengunggahnya lagi di Youtube. Tantangan itu saya
terima. hehe. Saya merekam kritik Arian terhadap tindak poligami yang
menjadi appetite sebelum Seringai menderu di 'Lagu Ini Tak Sependek
Jalan Pikiranmu'.
Beririsannya
jadwal penampilan tiap band membuat pengunjung festival harus
mengorbankan penampilan band lain yang sebenarnya juga sayang untuk
dilewatkan. L'alphalpa yang tak jarang menjadi bahan gunjingan media
musik dan Polyester Embassy yang baru saja melahirkan album baru adalah
dua diantara sekian performer yang urung dinikmati. Saya langsung menuju
panggung di area utama. Pas Band sedang menjajah JRL. Skuad pimpinan
Yuki itu rupanya membawa banyak sekutu. Andy Volta, Munky 7 Kurcaci,
Iwan Saint Loco, hingga gitaris bertopeng hijau yang belakangan
diketahui bahwa ia adalah Baron. Aksi Bengbeng memutar gitar dan
membelalakkan mata tentu masih menjadi menu wajib dari sang pioneer
gerakan musik indie itu.
Dalam ulasan Java Rockinland 2010,
saya mengevaluasi diri untuk mendahulukan produk impor di festival ini.
Bukan tidak nasionalis, keputusan itu diambil atas pertimbangan
oportunistik. hehe. Akhirnya berlabuhlah saya di hadapan para bule
bernama The Dirt Radicals. Punkrock sewarna Green Day adalah agama
mereka. Percakapan atraktif menjadi dzikir yang bertubi mereka
luncurkan.
Di
perjalanan menuju We Are Scientist, saya mampir ke lapak Forgotten.
Mereka tampil dengan nomor-nomor yang muncul di album terbaru, Laras
Berlayar. Album itu akan dijual dengan buku yang ditulis sang vokalis.
"Beli CD bonus buku atau beli buku bonus CD," demikian analogi yang
dipaparkan Addy Gembel. Selama belasan tahun berlayar di samudra musik
Indonesia, bahtera Forgotten masih dihuni awak yang sama.
We
Are Scientist akan sangat orgasmik dinikmati oleh mereka yang juga
nyaman dengan karya semacam yang digubah Franz Ferdinand, atau Arctic
Monkeys.
Panggung
Propaganda yang terletak tepat di pinggir Laut Jawa menjadi tujuan
selanjutnya. Mari, saya tunjukkan Alien Sick. Rambut gondrong, distorsi
gitar dan kemeja motif kotak adalah atribut yang menggiring saya menuju
kesimpulan bahwa dia adalah kakak seperguruan saya di pondok asuhan Kurt
Cobain dan jajarannya.
Frozen
on the 12 menarik perhatian saya yang sedang menuju panggung Blood Red
Shoes. Gaya komunikatif, santai, namun tetap buas adalah kesan yang saya
tangkap.
Sesosok
wanita berukuran S itu dibungkus kaos Led Zeppelin lusuh ukuran XL.
Seorang pria dengan rambut pirang mengiringi kedatangannya ke atas
panggung. Si adam duduk di jok drum, si hawa mengalungkan telecaster dan
menggantungnya di pundak. Lampu panggung mulai benderang, Blood Red
Shoes siap menendang. Penampilan mereka terkesan padat karya, minim
basa-basi. Sesekali Laura si gitaris merekahkan senyum setelah penonton
melempar kalimat I Love You. Gangguan teknis sempat memutus penampilan
mereka. Penonton mengiringi dengan riuh tepuk tangan saat teknisi dengan
sigap mengoreksi minus. Saya pikir lagu akan diulang, nyatanya si
gangguan tadi nyaris tak berarti apa-apa, teknik slide di fret gitar
Laura-Mary Carter masih melesat-lesat tanpa rintang.
Setengah
jam sebelum pergantian hari, panggung yang akan diisi 30 seconds to
mars sudah disesaki para echelon (sebutan untuk penggemar 30STM).
Sementara itu Naif, The Changcuters dan Loudness beraksi di waktu yang
bersamaan. Dua penampil tadi saya tonton sebelum trio pimpinan Leto yang
ditunggu banyak orang tiba. Saat Naif tampil, saya berhasil
mengabadikan momen yang pernah saya sesalkan tidak terabadi ketika Naif mengisi acara pentas seni SMA 1 Bogor.
Momen yang saya maksud adalah lagu improvisasi berbalut reggae yang
saya yakin tak bisa dinyanyikan ulang karena memang liriknya adalah
ungkapan spontan sang frontman, David Bayu.
Ketika saya berada di perjalanan ke Ancol menuju pentas JRL bersama Oka,
akun Twitter sebuah portal berita mengabarkan bahwa jadwal penampilan
Thirty Seconds To Mars diundur karena ada personil yang ketinggalan
pesawat, kepentingan keluarga menjadi latarnya. Akhirnya, 30 Seconds To
Mars tampil di hari Sabtu, tepatnya 45 menit pertama hari Sabtu. Meski
Diundur cukup lama, The Echelons tak beranjak dari posisinya. Area utama
JRL tetap disesaki manusia. Penantian mereka itu dibayar dengan harga
yang setimpal oleh pujaannya. Jared Leto tampil mendominasi dengan
aksi-aksi yang tak sebelumnya diprediksi. Siapa sangka berpuluh audiens
diundang ke atas pentas saat band yang namanya diambil dari thesis
seorang profesor Harvard bahwa manusia bumi sudah sedekat 30 detik ke
mars itu menyanyikan Kings and Queens. Jared juga mengalungkan sang saka
merah putih di pundaknya. Balon merah raksasa dan hujan potongan kertas
dari sisi panggung adalah kejutan lain penampilan si tiga puluh detik.
Sesi one man show akustik yang ditampilkan Jared menurut saya terkesan
main-main. Padahal The Kill atau bahkan From Yesterday akan sangat megah
jika dibawakan dalam format sejatinya. Meski demikian, tak bisa
dipungkiri penampilan Thirty Seconds To Mars berpeluang besar mencetak
sunggingan senyum besar di wajah semua yang hadir.
Sebelum
30 Seconds To Mars mulai beraksi, audiens diajak menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Yukie Pas Band dan Tria Changcuters adalah komandan yang
mengajak menyanyikan lagu itu.
No comments:
Post a Comment