Wednesday, April 21, 2021

Gara-Gara Lelaki Harimau

Ini cerita tentang pengalaman saya membaca novel buatan Eka Kurniawan berjudul Lelaki Harimau. Bukunya saya beli sebelum masa pandemi, dan baru beres dibaca akhir pekan lalu, karena Eka menulis dengan kalimat yang beranak-anak dan banyak koma, sehingga rasanya bertele-tele meskipun mungkin penting untuk menggambarkan suasana atau hal lain di tokoh utama, semacam kalimat yang saya tulis ini.

“Senja ketika Margio membunuh Anwar Sadat, Kyai Jahro tengah masyuk dengan ikan-ikan di kolamnya, ditemani aroma asin yang terbang di antara batang kelapa, dan bunyi falseto laut, dan badai jinak merangkak di antara ganggang, dadap, dan semak lantana.”

Tuh kan. Satu kalimat loh itu. Jadi kalimat pertama novel setebal 190 halaman ini. Saya sampai harus menggarisbawahi nama tokoh. Buat tetep bisa berdiri di jalur alur cerita yang digariskan penulis. Intinya biar tetap paham. Hehe. Bahwa ini kisah pembunuhan. Margio membunuh Anwar Sadat.

Sejak awal kisah, Margio mengakui bahwa yang membunuh Sadat bukan dirinya, melainkan seekor harimau putih. Benarkah begitu? Lembar demi lembar yang saya lahap ternyata mengungkap hal yang lebih dalam.

Apresiasi

Di halaman muka novel yang sampulnya didesain oleh Eka Kurniawan sendiri, ada titel “Prince Claus Award 2018”. Penghargaan ini diberikan kerajaan Belanda buat pencapaian bidang kebudayaan dan pembangunan.

Begitu sampul dibuka, puja-puji lain langsung kita jumpai dari banyak nama besar di jagat kepenulisan. Misalnya Bernard Batubara yang menulis di Jawa Pos bahwa “membaca novel-novel Eka Kurniawan adalah membaca karya-karya pengarang dunia di dalam satu buku.”

Susie Rodarme, dari Book Riot, menyanjung bahwa Kurniawan telah dibanding-bandingkan dengan Gabriel Garcia Marquez. Penulis asal Kolombia itu terkenal dengan genre bernama magical realism.

Sentuhan magis berupa kehadiran harimau di dalam tubuh Margio, mewarnai realisme situasi yang dihadapi para tokoh utama. Barangkali itulah yang dimaksud realisme magis ala Eka Kurniawan.

Diawali O

Selain pernah menonton film yang disadur dari cerpennya, saya membaca karya Eka dimulai dari O. Waktu itu saya beli novelnya setelah dia baru dirilis. Penulis kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat ini ternyata sudah aktif sejak tahun 2000an. Lelaki Harimau ini saja terbit perdana tahun 2004, meskipun versi sampul bergambar muka orang berkumis kucing baru dirilis 10 tahun setelahnya--dan didesain oleh Eka sendiri.

O berkisah tentang monyet yang jatuh cinta kepada manusia. Sesederhana itu premisnya. Dari pertalian kisah Si Monyet O yang ingin berubah jadi manusia, berpilin cerita lain yang tak kalah dramatik. Meskipun, sekali lagi: ada bagian yang terasa bertele-tele. Mungkin saya memang nggak se-sastrawi itu.

Memburu Lelaki Harimau

Pengalaman membaca O membuat saya merasa untuk tidak perlu melanjutkan judul lain yang ditulis Eka. Nyatanya, jalan hidup kita kadang ditentukan algoritma media sosial. Ketertarikan buat beli dan baca Lelaki Harimau, sebenarnya bermula dari sebuah caption Instagram di akun Klub Baca Bandung.

Di luar dugaan, Lelaki Harimau memancing saya lagi buat baca buku Eka Kurniawan lain. Soalnya, Kyai Jahro katanya terkait dengan novel Cantik Itu Luka. Dan karangan pertama Eka Kurniawan itulah yang mengantarkan dia disebut-sebut sebagai The Next Pramoedya Ananta Toer—begawan sastra Indonesia.

Apalagi, dalam waktu dekat novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas bakal muncul versi filmnya. Katanya sih roman rilisan tahun 2014 ini lebih badass dibanding karya Eka lain.

Yang Terlewat

Sebelum melanjutkan ke judul-judul itu, saya tergelitik dengan satu ulasan lagi di halaman awal Lelaki Harimau. Dalam Koran Tempo, Aquarini Priyatna Prabasmoro menulis “Dalam Lelaki Harimau, Margio bukan hanya jatuh cinta pada ibunya sendiri, namun juga menghargai kegilaan ibunya.”

Apa? Jatuh cinta? Sebenarnya nggak ada gambaran jatuh cinta “erotik” dalam hubungan ibu-anak antara Margio dan Nuraeni, tapi memang ada cinta “platonik” yang diekspresikan Margio. Buat lebih merasakan itu, saya harus baca ulang. Kapan lagi kan, bisa baca buku dua kali, langsung secara berurutan. []

No comments:

Post a Comment