Reporter itu mata, telinga dan hati sebuah stasiun televisi. Demikian kata seorang senior saya dari TV elang biru. Melalui indera dan interpretasinya, tiap reporter tentu punya impresi tersendiri soal berbagai peliputan yang ia kerjakan. Bagaimana jadinya jika rangkuman memori itu dirangkum dalam buku? Maka salah satu jawabannya adalah sebuah paket tulisan bertitel Reporter And The City.
Reporter And The City merupakan buah pemikiran Noni Wibisono, wartawan Trans TV. Buku berbilangan halaman lebih dari 200 ini dirilis tahun 2009. Di dalamnya ada campuran kisah konyol, beruntung, miris, bahkan mencengangkan. Sebelas bab disusun Noni dalam buku ini. Kisahnya dimulai dari pengalaman melaporkan siaran langsung pemboman hotel Ritz Carlton di Kuningan Jakarta pada September 2004. Saat itu ia melaporkan melalui hubungan telepon. Noni juga mengakui sebuah kebohongan kecil yang dilakukannya saat melakukan reportase.
Dalam tugas peliputannya, Noni dihadapkan dalam berbagai jenis medan kejadian. Ia menceritakan fenomena pencurian bahan bakar minyak di sebuah wilayah di ibu kota. Pengalamannya bertugas di jam malam juga tak alpa dibeberkan. Potret kehidupan kaum marjinal juga digambarkan dalam sebuah bab. Pelaporan ketika meliput tsunami di Aceh juga menambah campuran kesan setelah membaca buku terbitan Gagas Media ini. Dari Aceh, Noni mengajak pembaca ke Jakarta lagi ketika banjir merendam ibu kota pada 2007. Lalu kita diajak menyepi di Bali saat orang-orang disana sedang nyepi. Kehidupan sunyi di Bali kemudian berganti menjadi malam dingin di Puncak Bogor bersama para PSK. Yang paling jauh, Noni mengisahkan peliputannya di Uzbekistan.
Tak hanya realita yang ia temui di lapangan, Noni juga curhat soal kehidupan di newsroom-nya. Dalam menjalani profesinya, Noni ditantang untuk membuktikan diri bahwa ia berseragam Trans TV bukan karena nepotisme. Hal privat lain yang juga ia bagi, adalah kehidupan asmaranya. Menjadi seorang wartawan nyatanya memang punya tantangan tersendiri dalam hal satu ini. Wanita kelahiran Lampung yang mengawali karir jurnalistik sebagai penyiar radio di Bandung ini harus mengakhiri hubungan dengan pacarnya, bahkan rencana pernikahannya yang sudah di depan mata, harus batal karena sebuah tugas liputan. Meski demikian, Noni menutup rangkuman kisahnya dengan sebuah konklusi menggembirakan. Tanpa disadari sebelumnya, ia merasa seperti Tuhan telah menuliskan naskah indah tentang hidupnya. Kini Noni bersuamikan seorang diplomat. Bekalnya untuk menjadi istri diplomat dipetik dari liputan luar negeri yang ia pilih ketimbang menikah dengan pacarnya dulu. Inilah hal menarik lain dari Reporter And The City. Selain membeberkan fakta-fakta menarik ketika penulis melakukan peliputan, ia juga memaparkan drama kehidupan penggubahnya. (Rheza Ardiansyah)
No comments:
Post a Comment