Sunday, April 19, 2015

Record Store Day Buktikan Bahwa Pembajakan Bisa Kalah

Pada pekan ketiga bulan April, penggemar musik di seluruh dunia merayakan hari toko rekaman atau Record Store Day (RSD). Di Indonesia, pesta ini dirayakan di 13 kota secara serentak. Sebuah lapangan futsal di dekat terminal Blok M, menjadi salah satu panggung perayaan RSD di Jakarta. Selama masing-masing 12 jam pada dua hari penyelenggaraan acara, pecinta musik bisa membeli berbagai wujud produk musik, termasuk yang dirilis khusus di hari besar itu. Ada 51 rilisan yang dijual khusus dengan stok terbatas. Semuanya dikemas dalam wujud cakram padat (CD), kaset, piringan hitam berbagai ukuran atau gabungan ketiganya. begitu pintu gerbang arena penjualan dibuka, puluhan pengunjung berhambur masuk. Mereka pun bergegas menuju gerai produk musik yang tersaji.

Antusiasme demikian, seturut dengan pendapat Anthono Oktariandi, project manager perusahaan rekaman Demajors. Menurutnya, meski kebiasaan berbagi lagu mengancam bisnis produk rekaman, ia tak khawatir. "Buktinya Demajors bertahan 15 tahun," ujarnya yakin. Anthon juga mengaku bahwa sekitar 75 persen pendapatan Demajors, berasal dari penjualan rilisan fisik produk musik. Selain CD, Demajors juga merilis piringan hitam dalam jumlah maksimal sekitar 400 keping. Namun berbeda halnya dengan CD yang pembuatannya mengikuti permintaan pasar. CD album Gajah milik penyanyi Tulus, merajai peringkat penjualan CD produksi label rekaman yang berkantor di Jakarta Selatan itu. Gajah sudah terjual hingga 80 ribu keping, sementara rilisan band White Shoes and The Couples Company dan Endah N Rhesa, menyusul di belakangnya. Dengan demikian, Anthon tak khawatir dengan kebiasaan unduh ilegal atau berbagi file musik. "Kalau suka sama band-nya, si orang yang file sharing itu pasti akan beli merchandise, datang ke konsernya," tutup pria berkacamata itu.

Strategi berbeda dilakukan Anoa Records. Perusahaan rekaman yang berusia tiga tahun ini, menjual karya band yang diampunya dalam wujud voucher album. Sebuah kartu seukuran kartu nama mereka jual dengan harga beragam, tergantung artis dan jumlah lagu di dalamnya. Salah satu pendiri Anoa Records, Peter Wallandouw, menjelaskan bahwa kartu voucher itu bertuliskan kode untuk mengunduh lagu dan hanya bisa digunakan sekali. Dengan demikian, potensi kebocoran karya artis mereka, bisa dicegah. Meski menjual album artisnya secara digital, Anoa Records tetap mencetak dan menjual kaset dan CD band mereka. Dari CD album Barefood bertajuk Sullen, hingga kaset Black Mustang mereka jajakan dalam gelaran dua hari itu. "Kita percaya pembelian online tetap hidup, dengan catatan selalu berdampingan dengan penjualan fisik," tutupnya. [rhezaardiansyah]

Para pendiri Anoa Records dan produk jualannya
Anthon di lapak Demajors
Antusiasme pengunjung perayaan Record Store Day

No comments:

Post a Comment