Sunday, January 21, 2018

Bacaan Selama 2017

Mumpung masih Januari, belum telat buat berbagi tentang buku bacaan saya di tahun 2017. Langsung aja, berikut ini tautan menuju ulasannya (klik judulnya. Kalau nggak bisa, berarti saya cuma ngulas singkat di Instagram. Hehe):
 
Buku ini dibeli dari sebuah bazaar buku murah di sebuah toko swalayan sederhana di bogor. Lima ribu rupiah saja harganya. Tapi isinya gak semurah harganya. Seneng rasanya kalo nemu yang kayak gini. Menang banyak. Haha. Oke, intinya di buku ini sepak bola dibahas dari sudut pandang kritis. Bahwa pengelolaan oleh FIFA yang seolah apolitis justru sangat politis, bahwa piala dunia sebenarnya sarana diplomasi di percaturan konflik antar negara, bahwa ada kemenangan dan kekalahan para pemain melawan kehidupan yang lebih besar dibanding pertandingan di lapangan 100x60 meter persegi. Bab terbaik buku ini ada di bagian akhir, tentang Brazil. Ada kisah tentang Garrincha, Heleno, Varela, Socrates. Nama-nama itu berasal dari tahun 50-60an, tapi punya kisah semenarik CR7 atau Messi. Kalau saya bikin jajaran buku pusaka, judul ini masuk salah satunya #soccer #panditfootball
A post shared by rheza ardiansyah (@viewfromhell) on
    • KPK vs Polri
 
A post shared by rheza ardiansyah (@viewfromhell) on
  • Pulang
 
A post shared by rheza ardiansyah (@viewfromhell) on
  • Laut Bercerita
 
A post shared by rheza ardiansyah (@viewfromhell) on
  Sebenarnya, selain enam judul di atas, ada bacaan lain yang saya lahap juga. Misalnya buku puisi Melihat Api Bekerja, komik Cerebral Vortex, buku motivasional 131 Cahaya dari Timur, komik Kiri Kanan Jakarta.  Tahun ini saya juga beli buku puisi Kota Asing buatan Ardi Kresna Crenata, tapi belum tamat. Hehe. Tahun ini saya mau tamatin buku-buku terbeli yang belum sempat disimak. selain juga baca ulang buku seru lain, misalnya Heavier Than Heaven.  Penjelajahan saya tentang dunia peraksaraan nampaknya akan semakin seru, karena di antara yang belum terbaca itu ada buku-bukunya Pak Trias Kuncahyono (wartawan Kompas yang rubrik Kredensial-nya saya baca tiap hari minggu), ada juga buku Timor Timur The Untold Story (makin pengen dikhatamkan setelah nonton film dokumenter Cold Blood), dan buku diskonan lain yang saat ini cuma berjejer di lemari. Haha. Saya ingat seorang kawan dekat (saya gak yakin dia suka kalo namanya disebut di sini) bercerita. Katanya dia bersyukur selamat dari kutukan Club 27. Saya bilang "iya dong, jangan gabung kelompok itu. Hidup ini terlalu indah. Masih banyak lagu bagus yang belum dirilis, film yang belum ditonton dan buku yang belum dibaca". Kamu setuju? []

No comments:

Post a Comment