Monday, May 7, 2018

Rumah, Musim Hujan, Kejawen

Semalam saya baru nonton film Rumah dan Musim Hujan. Film ini sempat tayang di bioskop awal tahun 2018 dengan judul Hoax. Judul internasionalnya One Day When The Rain Falls, karena memang berkisah tentang suatu malam di bulan ramadhan, ketika hujan turun mengiringi kisah sebuah keluarga.

Film ini dibuka dengan santap buka puasa yang dihadiri seorang ayah dan anak-anaknya. Kisah kemudian bercabang setelah ketika anak sang bapak yang masing-masing diperankan Tora Sudiro (Raga) dan Tara Basro (Ade), pamit ke rumahnya masing-masing. Vino G. Bastian yang memerankan Ragil, kemudian tinggal di rumah bersama bapaknya yang dimainkan Landung Simatupang. Sutradara Ifa Isfansyah, menampilkan Rumah dan Musim Hujan dalam balutan horror dan drama.

Kisah intinya, tentang kepercayaan penganut kejawen, bahwa seseorang lahir bersama tiga saudara lainnya: plasenta, air ketuban, dan ari-ari. Ketiga saudara kembar itu raganya mati, tapi jiwanya ada dan selalu menemani seorang bayi hingga ia tumbuh dan menjalani hidup, bahkan kadang hadir ketika wetonnya tiba, alias si orang itu berulang tahun menurut penanggalan tradisi jawa. Kepercayaan ini digambarkan dengan mendebarkan ketika Ade terlibat teka-teki sosok asli sang ibu (Jajang C. Noer). Sementara itu, dialog yang saling sulam juga mengalir saling melengkapi informasi dari tiga subkisah.

Konsep kelahiran bersama tiga kembar tadi dikisahkan Raga ketika pulang bersama pacar barunya, Sukma (Aulia Sarah). Raga dan Sukma lalu terlibat patgulipat perebutan perhatian dengan mantan pacar Raga: Sari. Bagian ini, bernuansa lebih ringan dan jenaka. Gong besar penanda klimaks film ini, ada di akhir kisah. Ragil yang ternyata menyembunyikan sebuah rahasia, memperlihatkan makna di balik penyesalan sang ayah yang mengaku salah memberi nama.

Saya sebenarnya baru sadar setelah tanya ke istri saya yang keturunan Jawa. Nama ragil artinya bungsu, padahal Ragil masih punya adik bungsu perempuan. Jika dikaitkan dengan rahasia yang disembunyikan Ragil, penyesalan sang ayah ternyata beralasan. Namun, pada akhirnya semua tampak baik-baik saja. Sahur tiba, Ragil menyiapkan empat piring di meja makan. []

No comments:

Post a Comment