Thursday, October 20, 2011

Rolling Stone Music Biz Hadir di IPB

Di interval awal masa ujian tengah semester, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) kedatangan tamu istimewa dari Rolling Stone dan timnya yang singgah dalam rangka roadshow Music Biz on Campus. Sebelumnya tim Rolling Stone Indonesia telah meninggalkan jejak di Universitas Atmajaya dan Universitas Sriwijaya. Di Music Biz edisi IPB ini, empat orang pembicara didatangkan. Mereka adalah Glenn Fredly, Andi /RIF, EQ Puradiredja, dan Saktimulya Murti. Diskusi bersama ketiga tokoh dunia musik negeri itu dipandu oleh penulis buku Rolling Stone Music Biz sendiri, Wendi Putranto. Executive editor salah satu majalah raksasa itu membuka acara dengan pengakuannya yang tidak ditutup-tutupi. Selain untuk menyelamatkan mahasiswa IPB dari konsumsi musik haram, wartawan yang pernah menjadi ketua senat itu juga hendak memprovokasi agar para mahasiswa pengusung panji pertanian juga ada yang berprofesi sebagai musisi. Penuturan itu spontan diiringi riuh tepungan tangan audiens.



Sebelum memulai ke inti acara, Wendi sebelumnya mempersilahkan Bapak DR. Rimbawan sebagai direktur kemahasiswaan untuk menyampaikan kata sambutan. Dalam prakatanya, bapaknya mahasiswa IPB itu tidak sepenuhnya menyetujui misi yang dipaparkan Wendi terkait profesi musisi. Menurutnya mahasiswa IPB meski jadi musisi harus tetap mengabarkan pesan-pesan cinta pertanian. Gelak penonton terpicu tatkala Pak Rim menyanyikan lagu "Lihat Kebunku" sebagai contoh musik yang mengandung pesan pertanian positif.






Pasca Pak Rimbawan menyatakan dukungan pihak institusi atas gelaran itu, barulah Wendi mengambil alih mikrofon. Ia secara runut menyampaikan garis besar isi buku Music Biz sejak musik lahir hingga perkembangan musik dewasa ini. Usai mengurai pokok pikiran dari bukunya, barulah Andi /RIF memasuki panggung. Tampil dengan sepatu khas serta topi koboinya, Andi menyapa hadirin dengan suaranya yang berat. Andi menuturkan pengalaman yang dilaluinya hingga menjadi penyanyi seperti sekarang. Ratusan panggung ia akui telah terjajah. Komentar manis hingga pedas pun pernah ia terima terkait karyanya. Ada satu cerita menarik tentang rocker yang satu ini. Pada mulanya ia akan menjadi seorang bankir di Surabaya. Untungnya sisi musikal di dirinya lebih kuat berkuasa. Ia memberanikan diri turun di tengah perjalanan dan membulatkan tekadnya untuk melaju di jalur musik. Sebagai musisi, ia menganggap panggung sebagai kantornya, sekaligus tempatnya bersenang-senang.










Usai giliran Andi, Wendi memanggil satu lagi pembicara di siang yang cerah itu, Glenn Fredly. Kedatangan musisi yang juga aktivis sosial itu diiringi jerit antusiasme penggemarnya. Pengalaman musikal duda keren itu (demikian Wendi mengenalkan Glenn) tak kalah inspiratif dibanding Andi. Bahkan Glenn sudah mulai merintis pendirian Green Music Foundation sebagai kepanjangan sayap musiknya. Dalam beberapa penjelasannya, Glenn juga mencetuskan beberapa ide baru terkait musik dan dunia pertanian. Ia membayangkan nelayan menjadi retailer produk musik. Wendi mengiyakan hal itu, katanya pom bensin saja sudah bisa jual lagu, kenapa petani tidak? Glenn malah sempat memberi masukan ke IPB yang baru memiliki Green TV. "Kenapa IPB ga sekalian bikin Green label yang menyebarkan musik bertema lingkungan?" tanyanya retoris. Glenn juga memaparkan kunci lain kesuksesan seorang penyanyi. Katanya seorang musisi itu harusnya mengembangkan komunitas, bukan fans. Istilah fans baginya menyatakan adanya batas pemisah, sedangkan komunitas lebih berkesan partisipatif. Dengan partisipasi itulah musik yang dihadirkan seorang musisi bisa memberi nilai tambah.





Seiring memanasnya udara diluar ruangan dan dinginnya suhu auditorium, diskusi berjalan semakin hangat. Saat berdiskusi mengenai pihak yang menajdi "dalang" selera musik arus utama, Saktimulya Murti dari BNI berpendapat bahwa para pemilik modallah yang dimaksud. Capital rules, demikian ringkasnya. Glenn lagi-lagi punya pandangan lain soal urusan modal itu. Baginya, kapital yang dimiliki bangsa Indonesia justru idenya. Berbagai inovasi adalah senjata utama yang mestinya mampu menyelamatkan Indonesia dan musiknya dari keterpurukan.


Sesi demi sesi berlanjut hingga tanya-jawab dengan pembicara mengambil gilirannya. Sejak dipersilahkan moderator, acungan tangan riuh mengudara. Berbagai tanya dan tanggap hadir di sesi yang tak kalah menyenangkan itu. Berbagai kategori penanya menjadi bumbu tersendiri di dalamnya. Salah satu pertanyaan menarik yang diajukan siang itu adalah tentang pengalaman apa yang tidak pernah kedua pembicara umbar di media lain, selain di forum siang itu. Andi berbagi kisah saat ia mendapat kesempatan bertandang ke panggung di berbagai negara, pun demikian dengan Glenn. Musisi asal Maluku itu menuturkan sebuah kisah tak terlupakan yang bahkan dilupakan oleh media nasional saat itu. Pada suatu kesempatan, Glenn mengikuti suatu kompetisi musik di Rusia. Untuk pergi kesana, ia memerlukan pasokan support dari sponsor. Alhasil, ia urung mendapat pasokan bantuan dari spondor itu karena ia bukan pembalap. "Logo perusahaan tak bisa dipasang di dada," katanya. Meski demikian, akhirnya dengan daya seadanya Glenn bertolak jua ke utara sana. Saat konferensi pers, ia ditempatkan di pojokan ruangan, tak diberi kesempatan seperti peserta yang lain karena ia saat itu tidak dilatari kapital yang kuat. Singkat cerita, dari festival yang juga diikuti Celine Dion itu Glenn akhirnya meraih gelar penyanyi terbaik. Pesan utama yang ingin ia sampaikan adalah bahwa mewujudkan mimpi adalah hal yang mungkin selama dilakukan dengan ikhlas, diiringi kejujuran dan tanggung jawab. 







Di sesi diskusi kedua, showmaster Java Jazz dan Java Rocking Land dihadirkan keatas pentas. EQ Puradiredja dihadirkan khusus untuk membahas urusan dapur dari sebuah sajian panggung musik


.





Salah satu keuntungan menjadi penanya di momen itu adalah bisa mencuri kesempatan. Mahasiswi asal Padang di bawah ini sedang dihinggapi dewi fortuna hingga Glenn yang diidolakannya menyalami, memeluk dan memberi kesempatan berfoto bersama.


Di akhir acara, tuan rumah diberi jatah menghajar panggung dengan dua nomor andalannya. Sebuah band bernama Hidroponik mampu menuai pujian dari Wendi Putranto. "Ini pasti mereka bohong, masa baru bikin band seminggu musiknya udah bagus begitu," ujarnya tak percaya. 



Usai Hidroponik, barulah Glenn ambil bagian. Terpesona dibawakan sebagai pembuka. Koor massal bergema mengiringi lantunan suara Glenn di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan itu. Di lagu kedua, Glenn menghadirkan Matthew setelah sebelumnya penyampaikan prolog. Menurutnya, di dunia musik itu regenerasi penting. Karenanya Matthew yang juga biduan di Barry Likumahua Project itulah yang diperkenalkan sebagai musisi generasi berikutnya yang akan menagih jatah jaya.











Wendi terkekeh mendapati polah audiens yang meminta Glenn menyanyikan lagu sealbum.




Usai penampilannya bersama Matthew, Glenn membuka lagu terakhir dengan sampiran yang mencengangkan. Lagu ini untuk wali kota kalian, walikota Bogor. Nomor sebagai hadiah bagi walikota yang dimaksud adalah Pancasila Rumah Kami. Pesan toleransi dan semangat saling menghormati kental dimuat di dalam lagu itu. Pancasila Rumah Kami akhirnya sempurna mengakhiri Music Biz yang diakui Wendi sangat berkesan, bahkan dalam pernyataannya melalui akun @wenzrawk, Wendi menyatakan optimismenya bahwa semangat bermusik tidak akan padam dari kampus pertanian itu. []


Teks dan foto oleh Rheza Ardiansyah

No comments:

Post a Comment