Monday, January 23, 2017

Kode Nusantara

Topik liputan saya untuk program 360 Metro TV berjudul Kode Nusantara, datang dari sini: sebuah buku sains populer tentang pengungkapan rahasia ilmiah dalam budaya nusantara. Naskah setebal hampir 200 halaman ini lahir dari telaah Hokky Situngkir, peneliti Bandung Fe Institute, sebuah institusi riset independen yang menyebut diri sebagai pusat studi kompleksitas. Ilmu kompleksitas berarti memandang sebuah objek penelitian dari berbagai sudut pandang sains. Dan ketika pisau kompleksitas itu dijadikan alat untuk membedah fenomena dan produk budaya di Indonesia, terungkaplah Kode Nusantara. Kode-kode atau nilai dasar budaya nusantara ini nantinya bisa digunakan untuk mengembangkan budaya lain berdasarkan identitas dasar bangsa.

Di bagian pertama, Hokky langsung membahas temuan terdasar berupa ciri khas gaya gambar bangsa nusantara setelah dibandingkan dengan lukisan bangsa eropa. Ada sebuah struktur khas yang dimiliki budaya nusantara. Namanya fraktal. Dari fraktal inilah temuan lain kemudian diungkap. Mulai struktur horizontal dan vertikal candi Borobudur yang membentuk perbandingan selaras, hingga pengukuran dimensi dalam gorga (ukiran khas batak). Penjelasan-penjelasan tentang fakta ilmiah dalam budaya nusantara ditampilkan dalam bahasa saintifik yang dikemas seawam mungkin, tapi tetap saja di beberapa halaman membuat kening berkerut. Buku ini sebaiknya dilengkapi glosarium atau kamus istilah di bagian akhirnya. Selain itu, Hokky juga menyelipkan beberapa kritik. Ini memudahkan pembaca merefleksikan pemaparan riset tadi ke kehidupan nyata. Misalnya ketika mengungkap batu bernada di gunung padang, ia juga menyayangkan kebiasan mistis masyarakat di objek budaya kuno itu. Atau saat Hokky menuliskan bahwa budaya batik yang menyebar di seluruh Indonesia ternyata merupakan contoh inovasi yang bisa dikembangkan dari nilai dasar budaya yang sudah ada. Dengan begini, pembaca lain yang ingin mengembangkan sebuah nilai budaya menjadi produk ekonomis, bisa terbantu. Cara Hokky memulai sebuah bab juga menarik. Saya terkesan dengan caranya memperkenalkan Charles Darwin kepada pembaca di awal bab kelima. Sisi lain hidup sang bapak evolusi itu diungkap sebelum namanya dibocorkan. Dari cara yang juga diperlihatkan di bab 7 (Bangsa-Bangsa yang Bernyanyi) ini, terbaca pula betapa mendalamnya pengetahuan Hokky tentang profil sejumlah ilmuwan. Sementara di bab akhir, Hokky memaparkan analisanya tentang fase kebangkitan sebuah bangsa, yang ternyata berkaitan dengan bagaimana cara mereka memperlakukan potensi atau identitas budaya.
Baik kebangkitan bangsa-bangsa Eropa, Amerika Serikat, maupun Jepang, dimulai dengan revitalisasi warisan budayanya. Bangsa yang bervisi peradaban sepertinya memang harus mengikuti tahapan tersebut, tak terkecuali Indonesia, jika keragaman budaya yang ada dilihat sebagai asset demi inspirasi yang mendunia. []

No comments:

Post a Comment