Tuesday, August 25, 2020

Mengenang Film Bong

Agustus tahun lalu, Parasite tayang. Waktu itu saya masih tugas di Bandung. Di sana, ada komunitas Layar Kita yang rutin putar film-film “aneh”. Ketika Parasite diputar di bioskop, Memories of Murders dipertontonkan di Museum Konferensi Asia-Afrika—tempat para pegiat Layar Kita biasa nonton bareng.

 

Saya melewatkan Memories of Murders, soalnya belum paham bahwa sutradara Bong Joon-ho, film-filmnya sepenting itu. Singkat kisah, hari itu saya hanya nonton Parasite dan sangat terkesan. Barulah setelah itu nyesel nggak datang ke acara Layar Kita.

 

Sebenarnya ketika Snowpiercer tayang, saya sempat nonton. Sayangnya saya belum sedetil saat ini soal kru di balik sebuah film bagus. Barulah setelah nonton Parasite tadi saya sadar bahwa dua film ini lahir dari sineas yang sama. Perkenalan saya dengan film lain Bong Joon-ho berlanjut.

 

Ada dua film Bong yang bisa kita tonton di Netflix. Pertama, Okja. Film ini secara telanjang memperlihatkan kritik terhadap kapitalisme yang mengeksploitasi hewan. Bong nampaknya seorang penganut teori pertentangan kelas. Lihat saja Snowpiercer yang menceritakan tentang sebuah kereta di akhir zaman yang mengelilingi dunia tanpa henti. Di dalamnya ada manusia yang menjalani hidup berdasarkan urutan gerbong tempat mereka tinggal. Konflik hadir ketika seorang penghuni gerbong buncit menerobos ke depan. Momen ini bisa ditafsirkan sebagai “upaya membuat masyarakat tanpa kelas”.

 

Lantas pertentangan serupa hadir pula dalam Parasite. Bahwa “peradaban manusia berlangsung melalui pertentangan antara kelas proletar dan kaum borjuis”, ada di dalam judul ini. Meski begitu, tafsirnya sebenarnya nggak tunggal. Tiap orang bisa punya pemahaman masing-masing atas kisah dalam Parasite. Yang jelas, ada meme kutipan wawancara Bong Joon-ho dengan kalimat:

 

“Essentially, we all live in the same country... called Capitalism.”

 

Film Bong kedua yang ada di Netflix: The Host. Film ini ternyata berkisah lebih dari fantasi kehadiran monster di sungai Han kota Seoul. Tulisan ini membedah simbol-simbol dalam film The Host sehingga penulisnya, Anthony Kao berkesimpulan bahwa siapa pun yang peduli dengan Korea musti nonton The Host.

 

Kao menulis bahwa pertama, penonton bisa merasakan sentimen anti Amerika Serikat. Ada penggambaran ilmuwan perusak lingkungan yang membuat monster terbentuk. Penggunaan gas Agent Orange juga membuat kita mengingat bahwa AS punya dosa terhadap warga Vietnam ketika mereka menyerang negara bergaya pemerintahan “komunisme” itu dengan gas yang sama. Alasan kedua dan ketiga, soal kondisi ekonomi dan makna Han sebagai nama sungai tempat tinggal si monster. []

No comments:

Post a Comment